Ada Konspirasi Di Balik Acara Bagi-Bagi Uang GTV? Opini Suwoko Saiyan

Ilustrasi GTV

Suwoko Blog - GTV, merupakan salah satu stasiun televisi swasta yang sudah memiliki nama. Banyak sekali program yang saya suka dari stasiun tv ini. Sebut saja, program acara Big Movies dan kadang anime Naruto di jam tayang prime-time.

Namun, itu dulu. Saat ini saya tidak lagi terlalu terhibur dengan program prime-time dari GTV. Semua itu berawal saat ulang tahun GTV —2017 yang lalu—, bersamaan dengan pergantian nama dari Global TV menjadi GTV. Saya tidak menyangka kalau ternyata program atau acara tv yang ditayangkan oleh pihak televisi juga berubah.

Pantang Ngemis, Uang Kaget, —Family 100—, Bedah Rumah, serta Timbangan Rezeki, adalah judul-judul acara prime-time GTV saat ini. Dari keempat —Family 100 tidak saya ikutkan, karena termasuk acara kuis, tapi tetap acara bagi-bagi uang— acara itu, pasti Anda tahu kalau format acaranya hampir sama. Terutama pada acara Uang Kaget dan Timbangan Rezeki, keduanya secara format 80% sama, hanya bedanya yang Timbangan Rezeki itu untuk duel.

Lalu? Apa anehnya? Toh banyak yang kebantu dengan acara/program tersebut? Penulis iri ya? Hayo ngaku!

Baiklah, cukup. Jujur saya tidak iri, tapi malah senang jika ada acara semacam itu. Karena nantinya banyak orang yang kurang berada terbantu secara finansial. Namun, di sisi lain, saya merasakan ada keanehan tersendiri dari berjibunnya acara bagi-bagi uang di GTV ini.

Kemudian saya mulai bertanya-tanya, apa sih dorongan utama tim kreatif GTV untuk membuat acara reality-show tersebut? Lalu, mengapa acara-acara tersebut harus ditayangkan pada jam prime-time atau jamnya banyak orang menonton televisi?

Banyak spekulasi-spekulasi tidak masuk akal yang lantas merasuki otak saya. Dari alasan karena rating yang bagus dari acara Uang Kaget hingga akhirnya membuat acara serupa, sampai ada konspirasi di balik menjamurnya acara bagi-bagi uang ini.

Konspirasi yang saya maksud di sini adalah soal permainan politik. Nah, loh? Pasti Anda bingung maksud saya, bukan?

Politik, bukan bermaksud menyindir atau nyinyir, tapi lebih ke spekulasi 'gila' saya sendiri. Saya merasa ada permainan politik di sana.

Baiklah, coba Anda tebak, siapakah pemilik GTV, tidak tapi MNC Group? Anda kenal. Saya yakin Anda pasti mengenalnya.

Dia adalah bapak Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo atau yang lebih dikenal sebagai Hary Tanoesoedibjo. Beliau merupakan CEO dari MNC Group dan juga pendiri sekaligus ketua umum Partai Persatuan Indonesia (PERINDO).

Dari sini seharusnya Anda sudah paham maksud politik saya tadi. Menjelang pemilihan presiden tahun 2019 mendatang, merupakan langkah yang bagus bagi para capres yang ingin mencari pendukungnya secepat dan sebanyak mungkin, agar dapat menang di pilpres mendatang. Hal itu pula yang menurut saya sedang dilakukan oleh pemimpin partai PERINDO tersebut.

Secara gamblang, mungkin banyak yang tidak sadar. Namun, bagi saya ini terlalu mudah diketahui. Acara bagi-bagi uang yang sedang 'membombardir' GTV akhir-akhir ini merupakan salah satu caranya. Tampaknya, memiliki perusahaan stasiun televisi sendiri menjadi jalan yang memudahkan pria kelahiran Surabaya tersebut melakukan 'aksinya'.

Beliau memanfaatkan acara tv yang berada di bawah naungannya untuk mempromosikan kebaikan dari partainya. Caranya memang sangat bagus saya akui, secara halus tapi pasti.

Hal tersebut jugalah yang kemudian mengapa acara-acara seperti Uang Kaget dan Bedah Rumah di tayangkan pada jam utama, yakni kisaran pukul 17.00 sore hingga 20.00.

Namun, terlepas dari hipotesis saya di atas. Saya merasa acara bagi-bagi uang ini sangat bagus dan cukup membantu. Meski saya sendiri cukup kecewa.

Sebelum mengakhiri artikel kali ini, saya ingin menyampaikan kalau artikel di atas tidak bermaksud untuk menyudutkan pihak manapun. Saya hanya beropini sesuai pengetahuan umum saja serta didorong oleh hal-hal ganjil yang secara drastis terjadi begitu saja.

Mungkin saja, opini yang saya sampaikan itu ada salahnya, tapi kita tidak tahu, bukan? Silakan Anda menanggapi atau membantah opini saya jika Anda merasa kalau opini saya ini terlalu dipaksakan. Namun, tetap jangan memakai bahasa hewan. :)

Salam.

Penulis: Suwoko Saiyan

(Blitar, Rabu, 21 Februari 2018)